Di manakah asal congkak?
Congkak merupakan sejenis permainan tradisional Melayu.
Permainan ini telah wujud sejak zaman Kesultanan Melayu Melaka
lagi, tetapi tidak pasti asalnya, samada pengaruh luar telah datang
bersama pedagang atau sememangnya telah dicipta oleh orang Melayu
ketika itu. Permainan congkak dipercayai berasal daripada dunia
Afrika atau Arab, bergantung kepada teori mana yang anda percayai.
Bagaimanapun, bukti tertua yang dijumpai oleh cari gali purba yang
dibiayai oleh Persatuan National Geographic menjumpai kepingan batu
kapur yang mempunyai dua liang selari bertarikh semenjak 5000
hingga 7000 SM di masa kini Jordan. Congkak dipanggil "MANCALA"
untuk versi sekuelnya yang mula diperkenalkan semula sejak 3000
tahun yang lalu oleh penggembara Eropah yang mula-mula mendarat di
MALAYA dan congkak adalah permainan yang mengisi masa lapang
mereka. Permainan ini juga diperkenal di sebahagian Afrika, Asia
barat, India, Sri Lanka dan Amerika. Permainan congkak versi asal
adalah dimainkan di tanah yang dibuat beberapa lubang kecil dan
kesan peninggalan tersebut masih tersimpan rapi di sebuah Kuil Lama
di Kurna yg telah berusia 3400 tahun yang terletak di Selatan
Sungai Nil juga di Kuil Pillar yang terletak di Karnak,India..
Congkak adalah permainan rakyat yang sudah berkembang cukup lama
di kawasan Melayu dengan sebutan yang berbeza-beza. Di Malaysia dan
beberapa daerah di Kepulauan Riau dikenal dengan Congkak, di
Filipina disebut sungka, di Srilanka dikenal dengan cangka, di
Thailand tungkayon dan di beberapa daerah lain di Indonesia seperti
di Sulawesi disebut mokaotan, maggaleceng, aggalacang and nogarata.
Ada juga yang menyebutnya congklak, seperti daerah-daerah yang ada
di pulau Jawa. Congkak berasal dari Timur Tengah, yang menyebar di
Asia Tenggara, terutama di kerajaan Malaka melalui dunia
perdagangan. Permainan ini berkembang pada masa kesultanan Malaka
pada abad ke-15, yang dimainkan oleh keluarga istana, seperti
putri-putri raja. Dalam perkembangannya, congkak sudah mulai
dikenal di daerah Tanjung Pinang pada awal abad ke-17 sampai 18 M.
Pada masa itu, congkak hanya dimainkan oleh keluarga istana,
terutama puteri-puteri raja dan bangsawan di sekitar Istana
Penyengat. Selain kerabat istana, congkak dimainkan juga oleh
rakyat biasa, tetapi terbatas pada kelompok sosial tertentu,
misalnya kelompok nelayan atau kelompok petani saja. Jadi, pada
masa ini permainan congkak hanya dimainkan oleh orang-orang yang
memiliki status sosial yang sama. Setelah kekuasaan Kesultanan Riau
runtuh, dan kemudian diganti oleh kekuasaan penjajahan Belanda,
secara perlahan suasana mulai berubah. Status sosial antara
keluarga istana dengan rakyat biasa mulai mencair. Rakyat biasa
mulai bermain dengan keluarga istana, terutama dengan putri-putri
raja. Salah satu permainan yang dimainkan pada waktu itu adalah
congkak, sehingga permainan ini bukan hanya milik keluarga istana
atau rakyat biasa saja, tetapi juga milik masyarakat Melayu, yang
kemudian menjadi salah satu permainan rakyat Melayu